“Orang yang memercayai Al-Quran dan Sunah sudah tidak asing lagi dengan
konsep nikmat surga dan siksa neraka yang menanti di akhirat. Namun,
ada hal penting yang sering mereka luputkan, yakni bahwa ada surga
ruhani dan neraka ruhani.
Mengenai surga ruhani, Allah Swt berfirman kepada Nabi-Nya, “Tak pernah
dilihat mata, tak pernah didengar telinga, dan takpernah terlintas dalam
hati manusia, itulah nikmat yang disiapkan bagi orang yang bertakwa.”
Betapa berbedanya Jiwa manusia dari jasad dan segenap anggotanya.
Setiap anggota tubuh bisa rusak dan berhenti bekerja, tetapi kemandirian
jiwa tak terusik. Kemudian, tubuh manusia juga akan mengalami
perkembangan dari waktu ke waktu. Tubuhnya di waktu bayi jauh berbeda
dengan tubuhnya di masa tua.
Namun, kepribadian manusia tetap
sama, dulu maupun sekarang. Jadi, bisa dikatakan bahwa jiwa akan terus
ada menyertai sifat-sifat esensialnya yang tak bergantung pada tubuh,
seperti pengetahuan dan cinta kepada Allah. Inilah makna ayat Al-Quran,
“Segala yang baik akan abadi.”
Seperti juga pengetahuan, kebodohan pun akan abadi menyertai jiwa.
Jadi, jika kau lebih memilih kebodohan ketimbang pengetahuan tentang
Allah maka kebodohan itu akan menyertaimu di akhirat dalam wujud
kegelapan jiwa dan penderitaan. Keadaan itulah yang dimaksudkan
Al-Quran:
“Orang yang buta di dunia ini akan buta di akhirat dan tersesat dari jalan yang lurus.”
Mengapa jiwa manusia cenderung untuk kembali ke dunia yang lebih
tinggi? Sebab, ia berasal dari sana dan pada dasarnya ia bersifat
malakut.
Ia dikirim ke dunia yang lebih rendah ini berlawanan
dengan kehendaknya untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman,
sebagaimana firman Allah dalam Al-Quran, “Turunlah dari sini kamu
semuanya, akan datang kepadamu perintah-perintah dari-Ku dan siapa yang
mentaatinya tidak perlu takut dan tak perlu gelisah.”
Dan
ayat Al-Quran, “Aku tiupkan ke dalam diri manusia ruh-Ku,” juga
menunjukkan asal samawi jiwa manusia. Jiwa hewani akan tetap sehat
selama keseimbangan bagian-bagian yang menyusunnya terjaga. Jika
keseimbangan itu terusik, obat-obatan dapat memulihkannya. Begitu juga
dengan jiwa ruhani, ia akan tetap sehat selama keseimbangan moralnya
terjaga dengan menjalankan tuntunan etika dan ajaran moral.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar